Beyond Blessed.

"Jujur, aku pernah sakit hati, aku pernah kecewa karna dipandang sebagai kaum minoritas."

Belakangan ini mata dan telingaku jadi lebih peka sama hal2 berbau rasis yang terus2an muncul di media sosial. Facebook, twitter, instagram, path..etc.
Nggak pernah ada niat buat nanggepin atau kasih komentar apapun. Masa bodoh lah mau ngeributin suku, agama atau apapun itu. Tapi beda sama malem ini, rasa-rasanya aku terlalu munafik bilang "yes, I'm ok" or "oh, it's not my business". 

Sedikit cerita aja sih, aku pernah ngalamin sakit hati yg banget2 sama beberapa org dengan etnis yg beda. Rasanya jadi benci, benci dan benci. Semua pandangan aku terhadap beliau2 jadi seolah berubah kearah negatif. Dan lebih tragisnya lagi, mereka seiman sama aku. Bisa bayangin kah seberapa kecewanya aku sama agamaku sendiri?
Apa Tuhan pernah ngajarin seseorang buat nyakitin sesamanya? Apa Tuhan pernah nyuruh umatnya buat jadi org yg rakus harta dan jabatan? Nggak. Itu nggak bener. Mungkin persepsi orang ttg beberapa jenis etnis dan agama terbentuk dari pengalaman buruk. Sama halnya kayak yg aku alamin.
Ya aku paham. :)

Malem ini,
Aku mulai paham, stereotip yg dibentuk masyarakat itu bukan tanpa alasan. Emang sih beberapa org ada yg cuma " idem" .
Dan mereka memutuskan buat percaya kalau etnis2 dan agama2 tertentu itu "jahat"

Dengan modal pengalaman sakit hati itu, aku jadi berasa ditampar.
Aku seagama, cuma beda etnis. Tapi aku anggep mereka jahat. Salah besar.
Tuhan nggak pernah ngajarin buat ngelakuin kejahatan sekecil apapun.
Jadi kalau mereka jahat, itu sebuah keputusan.
Bukan soal agama, bukan soal suku dan etnis.
Hey, kalau ada agama yg ngajarin kejahatan, itu bukan agama. Itu cuma sekedar keyakinan seseorang yang mengatasnamakan Tuhan.

Kita sama. Kita satu.
Cuma beda di lipatan mata, warna kulit dan cara berdoa, nggak berarti kita harus merasa jadi yg paling bener.

Kalau yang disebarkan kebaikan, belum tentu yang dituai juga kebaikan.
Kecewa? Pasti. Tapi jangan lupa, banyak hal yg lebih pantes disyukuri daripada diratapi.
Dengan berargumen di sosmed, kita jadi lebih dekat. Jadi lebih peduli satu sama lain.
Dan bukankah itu jadi pertanda kalau kita itu sederajat? Baik buruknya perlakuan mereka terhadap kita, bukan tolak ukur yg tepat buat nentuin feedback yang kita kasih ke mereka.

- we're beyond blessed -

"Terlalu bodoh rasanya buat menyimpan kepahitan. Sudahlah, mereka hanya manusia. Sama seperti kita. Jangan salahkan Tuhan. Ia baik sepanjang waktu, manusia saja yang kalah dengan dirinya sendiri."

Komentar

Postingan Populer